FAKTAHUKUMNEWS, Tangerang – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Geram Banten Indonesia mendesak Pemerintah Kota Tangerang melalui Satpol PP untuk menutup permanen pabrik pengolahan biji plastik bernama Fefi Plastik yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol, Gang Keramat 1, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Karawaci. Pabrik tersebut diketahui beroperasi sejak 2016 dengan izin bengkel, namun faktanya memproduksi olahan plastik di luar zona peruntukan.
Pabrik ini sejatinya telah disegel Satpol PP Kota Tangerang pada 25 Juni 2024 dan disidangkan melalui mekanisme tindak pidana ringan (tipiring) pada 12 September 2024.
Berdasarkan segel resmi, perusahaan tersebut melanggar empat Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang, yakni Perda Nomor 8 Tahun 2018 tentang Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat; Perda Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung; serta Perda Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 2012–2032.
Namun dalam persidangan, hanya satu pelanggaran yang didakwakan, yakni Perda Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 44 ayat 2 huruf C jo Pasal 67.
Tiga pelanggaran lainnya tidak masuk dalam dakwaan. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan adanya dugaan permainan oknum penegak hukum di lingkungan Satpol PP Kota Tangerang.
Putusan sidang tipiring sendiri menyatakan terdakwa Hengky terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi berupa denda Rp5.000.000, kewajiban mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam waktu enam bulan, serta membayar biaya perkara Rp2.500.000.
Ironisnya, meskipun telah disegel, pabrik tersebut masih beroperasi.
Kepala Bidang Gakkumda Satpol PP Kota Tangerang, Jose, bahkan menyatakan segel dicopot atas dasar “perikemanusiaan” sebuah alasan yang menuai kritik keras karena dinilai tidak sesuai dengan tugas Satpol PP sebagai penegak Perda.
Ketua DPC Geram Banten Indonesia Kota Tangerang, Slamet Widodo, S.H. atau yang akrab disapa Romo, menilai persoalan ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan sudah masuk ke ranah pidana.
“Izin bengkel dipakai untuk usaha pengolahan plastik, itu jelas penyalahgunaan izin. Segel resmi negara dicopot oknum, lalu perusahaan tetap jalan. Ini bentuk pembangkangan hukum,” tegasnya, Rabu (10/9/2025).
Romo menjelaskan, tindakan merusak atau membuka segel resmi negara dapat dijerat Pasal 232 KUHP dengan ancaman pidana penjara hingga 2 tahun 8 bulan.
Bila terbukti ada keterlibatan aparat, maka perbuatan tersebut dapat masuk kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur Pasal 3 UU Tipikor, dengan ancaman minimal 4 tahun penjara dan maksimal seumur hidup.
Atas dasar itu, Geram Banten Indonesia mendesak Pemerintah Kota Tangerang beserta aparat penegak hukum untuk mengambil langkah tegas.
“Izin perusahaan ini harus dicabut, usahanya ditutup permanen, dan semua pihak yang bermain di balik kasus ini harus diproses hukum tanpa pandang bulu. Jangan sampai hukum hanya jadi pajangan,” pungkas Romo.
Komentar